Cari Disini

Minggu, 22 Desember 2013

Air Terjun Cibeureum, hiking pertamaku



"Jam berapa sekarang, Ibu?" Zaki terbangun dari tidur malamnya. Rupanya dia gak jauh beda dari ibunya, kalo sudah ada rencana seru besok, malamnya gak bisa tidur nyenyak. 
"Jam 12.30 sayang, tidur aja lagi, pagi masih lama. Zaki harus istirahat dulu, besok perjalanan jauh. Tidur lagi yah..." jawabku. Zaki pun pulas kembali, sampai pagi. 

Pagi ini, Sabtu, 7 Desember 2013, aku dan Zaki punya rencana seru, treking ke air terjun Cibeureum di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jadi inget masa-masa awal menjadi ibu, aku pernah berharap, anakku kelak bisa mencintai gunung, sebagaimana aku mencintainya dulu. Lalu aku juga berjanji dalam hati, suatu saat aku akan mengajaknya ke Gunung Gede Pangrango, sebagai perkenalan anakku dengan gunung. Bagaikan mimpi jadi kenyataan, aku sangat bersemangat dengan rencana ini. Jam 08.00 kami berangkat dari Bogor dengan menumpang minibus L300 Cianjuran. Luar biasa, sepanjang jalan Bogor-Cibodas, L300 ini melaju dengan lancar, tidak menemui titik kemacetan, berkelok-kelok di jalur alternatif dengan mulus. Meskipun jalur Puncak sangat macet, L300 kami berhasil menghindarinya, sehingga perjalanan hanya memakan waktu 2 jam perjalanan. 

Jam 10.00 sampai di areal wisata Cibodas. Hawa dingin mulai menyapa. Sudah hampir 2 tahun aku tidak menjejakkan kaki di Cibodas ini, terakhir ketika penilaian IP, itu juga hanya di sekitar Kebun Raya Cibodas. Aku hampir lupa jalan menuju gerbang pendakian. Aku mengingat-ingat ketika waktu dulu tahun 2001 ikut pendakian Kartini, di areal parkir bis dimana aku istirahat di sebuah warung makan. Sekarang Cibodas sudah jauh berbeda, tapi tidak sulit untuk menemukan gerbang untuk menuju air terjun, karena disana sini banyak petunjuk jalan. Lihat, Zaki sudah menemukannya. :) 

Aku dan Zaki berjalan dengan pasti menuju gerbang. Perasaan kami mulai meletup-letup. Betapa tidak, ini pertama kalinya aku kembali ngetrek setelah lebih dari satu dasawarsa, dengan ANAKKU. Aku tidak tahu apakah kakiku ini masih kuat menopang berat tubuhku ketika menapaki tangga batu. Apakah napasku masih kuat seperti dulu. Jantungku berdegup lebih kuat. Apalagi perjalananku kali ini membawa misi menyangkut masa depan anakku. Ibarat syair lebay, gunung pun akan kudaki, lautan kan kusebrangi, demi kamu, Anakku. Mungkin Zaki juga merasakan hal yang sama, aku yakin itu. 

Akhirnya sampai juga kami di gerbang pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGPP). Tiketnya murah banget, cuma Rp 3.000,00 per orang. Gerbang ini merupakan gerbang bagi yang akan mendaki ke puncak Gunung Gede dan puncak Gunung Pangrango. Sudah banyak pengunjung yang akan naik, baik yang akan berkemah di puncak Gede dan Pangrango, yang hanya sampai air terjun, atau yang sekedar jalan aja berdua-duaan. Tujuan pengunjung sangat kelihatan dari style mereka. Pendaki sudah siap dengan keril mereka yang overweight itu dan sepatu gunungnya. O my God.... I miss me very much. Pengunjung shortime cukup dengan sandal terbuka dan tas sekedarnya, seperti kita. Hehee....Nampang dulu, Zak......

Satu persatu anak tangga batu kita lalui. Jalan terus menanjak seakan-akan tidak ada ujungnya. Sedikitpun tidak aku lihat kelelahan di wajah Zaki. Dengan ringannya kaki Zaki berjalan dan jika tidak aku ingatkan terus, pasti dia sudah jauh meninggalkan aku. Hebat anakku, sekalipun tidak pernah aku dengar napasnya ngos-ngosan. Malah aku dengar napasku sendiri ngos-ngosan dengan keringat gede-gede. Hehehe.....faktor U, kata orang-orang. Sepanjang jalan, Zaki tidak henti-hentinya menyapa pengunjung yang berpapasan atau yang kebetulan kita salip. Sempat-sempatnya juga dia kenalan dengan pengunjung yang sama-sama akan ke air terjun. Zaki.....zaki..... kamu itu ibu banget yah....... Sambil melewati hutan tropis yang masih basah karena tak henti-hentinya hujan, Zaki mereview pelajaran2 sekolahnya. Dia cari benalu, tali putri, akar pohon, dan lain-lain. Pas banget buat ngingetin pelajarannya semester ini yang bertema Cinta Lingkungan.
       
Setelah satu  jam perjalanan, akhirnya sampai kita di Telaga Biru. Telaga kecil dengan air berwarna biru. Ayo, Zaki, tinggalkan jejak dulu disini.......artinya difoto dulu. Hehe......
 
Perjalanan kami lanjutkan. Tidak jauh dari Telaga Biru,  kami melewati jembatan beton. Jembatan beton ini dibangun melintasi Rawa Gayonggong, jembatannya cukup panjang. Keberadaannya cukup romantis, menurutku. Bayangkan, di tengah hutan ada jembatan seperti ini. Entah dibangun tahun berapa, yang jelas dulu terakhir aku kesini 12 tahun yang lalu, belum ada jembatan romantis ini. Rasa lelah setelah menapaki tanjakan tadi, hilang begitu tiba di jembatan ini.

 Setelah melewati Rawa Gayonggong, jalan mulai menanjak lagi. Kami pun bersiapberkeringat lagi. Tapi tak lama kemudian, kami tiba di Pos Panyangcangan, artinya kami tinggal 300 m lagi menuju air terjun Cibeureum. Pos ini merupakan pertigaan, jika kita ambil jalan kiri yang menanjak maka kita akan menuju Puncak Gede Pangrango dengan maksimal jarak 10,5 km menuju puncak Pangrango. Jika kita ambil jalan kanan menurun, maka kita akan tiba di air terjun Cibeureum.



 
"Zaki, tahu tidak.... jalan ini adalah jalan menuju Alun-Alun Suryakencana dan Kawah Gede, Ibu pernah berkemah di sana, seperti di foto," kataku sambil menunjuk jalan arah ke kanan.
"Aku sudah ada belum?" tanya Zaki.
"Belum, ehmm.......Zaki masih di langit," jawabku sambil bingung gimana menjelaskannya.
"Nggak....aku masih di perut Ibu," katanya. Hahaahha....aku tersenyum dan mencium keningnya dengan gemes.
    
Jalan mulai menurun setelah dari Panyangcangan. Tak lama terdengar suara gemuruh air, aku yakin itulah air terjun yang kita tuju. Dari balik dedaunan, akhirnya terlihat semburan air dari ketinggian. Subhanallooh...... aku berseru pada Zaki. Alhamdulillah, kita sampai di air terjun. Aku berseru dengan hati yang membuncah. Sejak dari bawah aku terus berdoa agar diberi kelancaran menuju air terjun. Zaki pun terus aku motivasi, aku ingatkan terus pesan Bu Estu. Tapi rupanya Zaki lebih semangat dari motivatornya. Hahahahha....Dia ingin segera nyebur ke air terjun.
       
Aku masih ingat ke air terjun ini tahun 2000 ketika mendaki dengan teman-teman KP2LN Bandung 2. Air terjunnya sih gak berubah, cuma sarana penunjangnya sudah lebih baik. Sudah ada jembatan beton lagi dan toilet yang bersih. Terbayang foto kita bersama ketika duduk siap-siap mau nyebur, ada yang ikut kefoto bareng Wagino. Hiyyyyy.....
         
Semburan air terjun terasa sampai jauh, hawa dinginnya benar-benar menusuk. Disana sudah ramai pengunjung. Zaki malah ketemu teman baru, seorang anak kecil berumur 5 tahun bernama Rizki sudah nyebur duluan ke air terjun. Aku mengarahkan Zaki agar sebisa mungkin cipratan air terjun mengena di matanya. Menyenangkan sekali berada di bawah sini. Walaupun dingin banget, tapi hatiku begitu hangat. Ya Allah, apapun yang kulakukan untuk kesembuhan anakku, semoga Engkau melihat kesungguhanku. Aku menagih janji-Mu bahwa jika hamba-Mu bersungguh-sungguh, Engkau akan kabulkan hajatnya. Man Jadda Wajada.

Hanya sampai setengah jam saja kita berkecimpung dalam dinginnya air terjun. Sempat pindah ke air terjun yang satunya, lebih tinggi namun arusnya lebih kecil, sehingga tidak menarik untuk nyebur. Zaki sudah mulai menggigil kedinginan. Biasanya dia excite banget bermain dengan air, namun kali ini terlalu dingin, sehingga tidak tahan lama-lama. Waktunya makan....... dan istirahat. Beruntung aku bawa perbekalan lengkap dengan jaket dan jas hujan, sehingga zaki bisa lebih terlindungi dari hujan dan gerimis. Misi terselesaikan. Alhamdulillah.......

Kita turun gunung jam 12.30 WIB. Badan sudah segar dan tidak terasa capek lagi, sepertinya perjalanan akan lancar jaya. Berkali-kali kita berpapasan dengan para pendaki yang akan ke Puncak Gede Pangrango. Tak lupa Zaki selalu menyapa mereka. God, we'll miss the waterfalls. Tiba di gerbang pendakian jam 14.00, istirahat dan makan lagi. Entah kenapa, kalo di gunung itu, menu yang paling nikmat pasti makan mie instant rebus. Padahal kalo di rumah, mie instant  sangat tidak diperbolehkan. Kali ini kita langgar, deh..... hehehe....
     
Sebelum kembali ke kota, kita sempatkan mengunjungi Kebun Raya Cibodas. Numpang sholat dan setor. Sayang gak bisa keliling dengan menggunakan trem, karena sudah terlalu sore dan tidak ada pengunjung lagi. Akhirnya kita pulang dengan kenangan paling indah bersama Zaki. Aku tidak khawatir dengan Zaki, dia hanya merasakan pegal semalam saja, lebih cepat dibanding aku. Aku pun kembali merasakan sensasi pegal-pegal nikmat di kedua kakiku, rasa yang sama 12 tahun yang silam. Walapun demikian, sekarang kakiku tidak sekuat dulu. Kakiku masih kaku jika berhadapan lagi dengan gunung. Tapi inilah janjiku pada gunung, aku akan kembali mencintainya, dengan anakku........