Ibu, nanti ibu dipecat yah dari pekerjaannya!!
Itulah sepenggal kalimat ancaman yang dilontarkan Zaki jika
sedang kesal karena ketinggalan KRL Citayam Nambo. Kalau sudah begini, ibunya
hanya bisa diam dan berharap Zaki bisa mengalihkan percakapannya ke obyek
kereta yang lain.
Zaki, anakku 10 tahun. Cita-citanya sungguh mulia, menjadi
masinis, supirnya ular besi yang bisa mengangkut ribuan orang dalam sekali
perjalanan. Keinginannya menjadi masinis membawanya bertekad untuk bisa
melanjutkan sekolah perkeretaapian, gak tanggung-tanggung ia ingin sekolah di Madiun
dan kuliah di Jepang atau di Belgia. Kecintaannya kepada kereta api berawal
dari perkenalannya dengan KRL di kelas TK dan berlanjut dengan hobi ibunya
ngajak jalan-jalan yang salah satunya dengan naik KRL. Kecintaanya makin
bertambah setelah mendapat reward atas perilakunya yang baik berupa majalah KA
setiap bulan. Setiap bulan tanggal 10 dia pasti mengingatkan ibu atau bapanya
untuk membeli majalah KA.
Zaki 7 tahun hobinya jalan-jalan sepanjang gerbong. Dari
gerbong 1 sampai gerbong 8 disikat habis, kadang-kadang 1 rit alias bolak
balik. Sebagai ibu yang baik, aku ikuti
kemanapun kaki Zaki melangkah. Gak peduli dengan tatapan penumpang yang lain,
yang mungkin bertanya-tanya dalam hati, knapa ibu anak ini bolak balik aja
kayak setrikaan. Hehe.... Pada usia itu, memang Zaki lagi senang-senangnya bergerak,
jalan kesana kemari ga ada capenya. Gak kenal kata low batt. Dan....waktu pun
bergerak cepat. Zaki 10 tahun sudah tidak jalan sepanjang rangkaian kereta.
Zaki sudah menikmati perjalanan KRL dengan lebih tenang, hanya tetap aja ciri khasnya ada,
yaitu dia gak mau duduk di kursi. Dia menikmati perjalanan dengan cara berdiri
menatap pemandangan dari pintu otomatis. Zakiku emang unik. Hehhee....
Sekarang, hampir tiap minggu Zaki bertanya, apa yang akan
dilakukan hari Sabtu atau Minggu. Kalo aku bilang “di rumah aja”, dia akan
bilang “ah, ibu mah jahaaat” dengan logat manja. Sebenarnya aku udah tahu, dia
pasti berharap dapat bonus jalan-jalan naik kereta api atau KRL. Dan aku pun
nggak pelit untuk menyisakan waktu untuk buah hatiku itu setiap akhir pekan.
Its quality time for us. Jadi kalo kita nggak suka ajak-ajak yang lain,
maap-maap yah......
Cerita ini adalah tentang perjalanan Zaki mengeksplor
stasiun-stasiun di luar jabodetabek. Belum begitu banyak sih karena waktunya juga hanya
Sabtu Minggu, jadi kita cari kereta yang dekat-dekat aja.
1. Stasiun Cianjur
Perjalanan ke Cianjur kali ini menggunakan kereta api relasi
Bogor – Sukabumi – Cianjur. Berangkat dari Stasiun Bogor Paledang pukul 07.55
pagi. Untuk bisa naik kereta api jurusan Cianjur ini kita tidak bisa beli tiket
mendadak jika berangkat di hari Sabtu dan Minggu. Di depan tiket pasti ditolak
mentah-mentah karena sehari sebelumnya tiket sudah terjual habis. Memang
peminatnya banyak mengingat jika perjalanan ditempuh dengan mobil saja bisa
memakan waktu 4-5 jam dengan macet-macetnya. Tapi jika ditempuh dengan kereta
api hanya memakan waktu 2 jam untuk sampai ke Sukabumi dan 3 jam lebih untuk
sampai ke Cianjur. Makanya tidak heran, pada hari H tiket selalu habis terjual.
Kereta api yang melintasi jalur ini adalah KA Pangrango dan
KA Siliwangi. Dalam satu rangkaian ada kelas Bisnis dan Kelas Ekonomi. Waktu
itu, dengan harga Rp 20.000,- kita sudah bisa naik di kelas ekonomi menuju
Sukabumi. Sedangkan kelas ekonomi menuju Cianjur ditarif Rp40.000,- Sebenarnya
Sukabumi-Cianjur kan ga terlalu jauh yah, tapi kenapa tarifnya disamakan? Jadi
kesannya ke Cianjur itu lebih eksklusif.
Bisa jadi sih alasannya karena peminat jurusan Cianjur sangat sedikit,
sedangkan biaya perjalanan juga memakan biaya yang tidak sedikit, makanya
ditentukan tarif yang lumayan mahal. Memang kalo sudah sampai di Stasiun
Sukabumi, jumlah penumpang menurun
drastis. Bisa-bisa satu gerbong hanya diisi oleh satu orang saja, pokoknya
serasa kereta carteran deh. Oya, denger-denger seiring dengan kenaikan tarif Commuter Line, tarif kereta api jurusan
ini ikut naik juga dari Rp20.000,- menjadi Rp35.000,-
Jalur Bogor-Cianjur didominasi oleh pemandangan yang indah.
Hutan, gunung, sawah, dan ada terowongan Lampegan yang kabarnya merupakan
terowongan tertua di Indonesia dan memiliki panjang 686 m. Suatu hari, Zaki dan
Ibu pengen berhenti di Stasiun Lampegan, hanya ingin berfoto di depan
terowongan tua itu. Hehehe.... Kalo temans mau melewati terowongan ini, harus
punya tiket sampai Cianjur yah....soalnya lokasinya berada di jalur
Sukabumi-Cianjur.
Perjalanan berakhir di Stasiun Cianjur. Kami tiba di Cianjur
pukul 11.40 WIB. Karena tidak ada tujuan lain, Zaki dan Ibu sudah membeli tiket
balik sejak di Bogor tadi. Kami harus menunggu dua jam sebelum kereta berangkat
lagi. Masih cukup waktu untuk sholat dan nyari makan siang. Jam 13.50 WIB kita
capcus lagi ke Bogor melewati pemandangan yang sama dan menyenangkan.
Kereta api yang melayani relasi
Jakarta-Purwakarta disebut KA Lokal. Dengan hanya ada kelas ekonomi, KA Lokal
ini termasuk yang paling murah untuk perjalanan jarak jauh. Gimana nggak murah,
dari Stasiun Jakarta Kota menuju Stasiun Purwakarta cukup merogoh kocek
Rp6.000,- saja. Murah bingits.... Ketika tarif kereta yang lain mengalami
kenaikan, KA Lokal istiqomah dengan tarif enam rebunya. Hm....Zaki dan Ibu ga
sabar pengen menjajal KA Lokal ini. Pengen lihat tumpukan kereta bekas di
Stasiun Purwakarta.
KA Lokal menuju Purwakarta hanya tersedia
di Stasiun Jakarta Kota. Waktu itu kita ambil jadwal keberangkatan pukul 10.15 pagi.
Antrian di loket tidak terlalu panjang. Tinggal menyebutkan jumlah penumpang,
bayar, tiket sudah di tangan, gak perlu menyertakan KTP lagi. Mudah banget deh.
Kereta sudah datang.... Zaki dan Ibu naik
gerbong. Duduk di KA Lokal tidak ditentukan, bebas mau duduk dimana aja.
Ceritanya kita pengen di gerbong paling belakang supaya bisa melihat
pemandangan keseluruhan. Tapi ternyata, gerbong belakang diisi gerbong yang ada
mesinnya, udah berisik, ga ada pemandangan lagi. hihihi....tapi biarpun
berisik, Zaki betah lho di gerbong ini. Berkali-kali kuajak pindah, tetep gak
mau. KA Lokal ini tidak senyaman kereta
ekonomi yang lain. AC ada, tapi puanasnya...minta ampun. Setara dengan harga
tiketnya yang murah, mungkin AC di KA Lokal ini tidak dipernah ditambah freon.
Mandi keringat....nikmati sajalah....
Tiba di Stasiun Purwakarta pukul 12.43 WIB.
Dan seperti biasa, tiket pulang sudah siap. Turun dari kereta, kita cepet-cepet
ambil spot untuk ambil gambar. Terpesona dengan tumpukan gerbong-gerbong yang
ditumpuk sampai tiga tingkat, spot yang bagus untuk berfoto. Tapi lagi asik-asik
foto, ditegur oleh satpam....katanya ga boleh ambil foto disini. Lho, kenapa?
Harus ijin pimpinan dulu katanya. Hm....peraturan yang aneh. Beberapa anak muda
yang berfoto juga ditegur sama satpam. Pak satpam pun dengan sabar meladeni
pertanyaan kita yang terheran-heran dengan peraturan yang lain dari yang lain
ini. Okedeh...akhirnya kita keluar untuk mencari makan siang. Untungnya diluar
stasiun masih bisa foto, tuh di bawah patungnya Gatotkaca. Hehehe....
Kereta akan berangkat lagi menuju Jakarta
Kota pukul 13.40 WIB. Dan kita pun
pulang berpanas-panasan lagi. Aku kecewa
karena ga bisa berfoto di tumpukan gerbong. Tapi Zaki tidak pernah ada kata
kecewa, yang penting pernah naik KA Lokal dia sudah hepi. Eh, tapi setelah
kereta jalan lagi, aku sempet mencuri ambil gambar dari dalam kereta. Klik,
dapet foto gerbong rusaknya......yesss.... Setelah itu, aku ditegur oleh Zaki.
Katanya, Ibu, kan gak boleh moto kereta
gerbong rusak itu, kata Pak
Satpam. Ibu Zaki pun nyengir.....
3. Stasiun Tugu Yogyakarta
Berkunjung ke
Stasiun Tugu Yogyakarta ini adalah inisiatif Zaki, dimana di salah satu edisi
Majalah KA, ada pintu perlintasan yang digeser otomatis. Zaki penasaran,
ceritanya. Nah, kebetulan sekali lebaran
2015 kemarin kita mudik ke Klaten. Ibu Zaki yang ikut penasaran punya rencana
seru, yaitu jalan-jalan ke Yogya naik KA Lokal Prameks dari Stasiun Klaten
sampai Stasiun Tugu Yogyakarta. Di hari Minggu kita berangkat. Ternyata KA
Lokal Prameks ini juga murah bingits lho, Cuma Rp8.000,- aja, melayani relasi Stasiun Solo
Balapan-Yogyakarta. Peminatnya
juga banyak, apalagi
kalo musim liburan begini.
Saking ramenya, kita harus nunggu tiga jam untuk naik KA Lokal Prameks berikutnya.
KA
Lokal Prameks hanya terdiri dari empat gerbong saja. Didalamnya seperti Commuter
Line, banyak penumpang yang berdiri, tapi ga terlalu berdesak-desakan dan masih
bisa bernafas lega dan duduk di lantai. Jadwalnya juga banyak, setengah jam sekali. Jarak tempuh dari Stasiun Klaten ke Stasiun
Yogyakarta hanya perlu waktu setengah jam saja, cepet banget kan. Akhirnya kita
turun di Stasiun Tugu Yogakarta. Kondisi Stasiun Tugu rame banget. Lokasinya
strategis dan dekat dengan Jl. Malioboro, tempat tujuan wisata utama
Yogyakarta. Rasanya belum ke Yogya kalo nggak mampir di Malioboro.
Zaki
sudah ga sabar pengen lihat pintu geser otomatis. Kalo Ibu udah ga sabar pengen
shopping dan makan di Malioboro. Dari
pintu keluar stasiun, kita bisa berjalan kaki selama 10 menit menuju pintu
geser otomatis. Letaknya persis di seberang ujung jalan Malioboro. Zaki
kelihatan senang dan bersemangat. Dia langsung mengabadikan momen gesernya dan
datangnya kereta api. Ibu yang dari tadi sudah pengen makan dan jalan-jalan
nggak dihiraukan oleh Zaki. Keinginan Zaki semula yang pengen menikmati nasi
angkringan asli di Yogya juga terlupakan. Dia lebih memilih ngetem di pintu
geser.
Liburan
ke Yogya akhirnya hanya sampai di pintu geser dan beberapa blok toko di
Malioboro saja. Ketika akan pulang lagi ke Klaten, kita harus ngantri dari jam
5 sore untuk mendapatkan tiket jam 8.30 malam.
Ibu lupa, harusnya begitu turun langsung beli tiket pulang. Dan…setelah
ngantri lama, tiket juga kehabisan. Huuuuuu….ratusan calon penumpang kecewa. Untungnya,
Yogya-Klaten masih bisa ditempuh dengan bis. Bis Trans Yogya yang melewati Jl.
Malioboro ternyata ada rute Candi Prambanan. Yowislah…. Kita akhirnya naik
Trans Yogya. Murah bingittttsss, tiketnya Cuma Rp3.500,- aja, ngantrinya cuma
sebentar. Di Prambanan, Bapake sudah menunggu.
Oke Temans.....sampai disini dulu yah cerita jalan-jalannya.....next time disambung lagi dengan stasiun yang lain....