Bicara tentang dagang, ada satu hal yang selalu menimbulkan
rasa ketertarikanku sejak dulu. Kayaknya enak banget ya, sering terima uang
dari pembeli. Beda banget sama karyawan yang hanya terima gaji sebulan sekali.
Kalo tanggung bulan cuma gigit jari. Mantab dah (bukan mantap) alias makan
tabungan.
Usaha berdagang sudah aku lakoni sejak SD. Sebelum pasar
Sumedang dibongkar sekitar tahun 1980 - 1990 Emih dan Apih punya kios sepatu. Kalo hari
libur, giliranku buka lapak. Ada kepuasan tersendiri ketika beres-beres menata
sepatu ke dalam rak-raknya. Kalo udah beres semua, tinggal nangkring nunggu
orang beli. Kalo lagi iseng, semua orang yang lewat depan kios ditawarin.
“Mangga A, sapatu, sendal, tingalian heula” kataku.
Artinya : Silakan, Mas, sandal, sepatu diliat-liat dulu...
Kalo lagi bulan puasa menjelang lebaran, lebih seru lagi.
Para pedagang lebih banyak ngalong alias dagang di pasar 24 jam. Sepulang
tarawih, kadang-kadang aku dan sodar-sodaraku ke pasar. Bukan Cuma mau bantuin
Emih n Apih, tapi utamanya pengen ngabaso di warung basonya Mang Yanto. Hehe…Kesanku mengenai pengalaman dagang semasa kecil adalah
berdagang itu enak. Ya iyalah enak cuma terima uang dari pembeli. Anak-anak
mana tahu kalo orang tuanya itu ketar ketir mikirin modal dagang.
Setelah aku resmi menjadi PNS dan bekerja di balik meja di
tahun 1999, lama sekali rasanya tidak berhubungan dengan dunia dagang. Apalagi
setelah Warung Nasi 45 tidak beroperasi lagi, tempat berlatihku tidak ada lagi.
Sempat vakum beberapa tahun, ketika kemudian patung sepatu
Cibaduyut Bandung memberi inspirasi. Selama kerja di Bandung, aku tinggal di
rumah Ceuceu, kakak yang tinggal di Kopo
Sayati. Setiap hari aku lewat di depan
patung sepatu Cibaduyut. Dan iseng-iseng
berhadiah aku nyari peluang dagang disana.
Dengan info dari seorang teman, aku pergi ke toko sepatu Garsel.
Ternyata disana udah banyak juga para pedagang yang ngeborong sepatu Garsel. Rupanya selain menjual eceran,
Garsel juga menjual grosir dengan diskon. Pedagang cukup membawa katalog
sepatunya, dan sepatu yang dipesan juga bisa diretur jika tidak cocok
ukurannya.
Selama kerja di KLN Bandung yang kemudian diubah jadi KPKNL
Bandung 2, aku berjualan sepatu dan sandal. Siapapun mantan KLN Bandung dan
KPKNL Bandung 2 pasti tahu dan kenal dengan Garsel. Dengan modal seadanya, laba
yang kuperoleh juga lumayan lah untuk ukuran bujangan. Hehe…. Pikirku gapapa,
yang penting uang ngalir dan ada lebihnya. Mulai dari sinilah aku mulai
berpikir tentang modal.
Disamping jualan sepatu dan sandal Garsel, aku punya peluang
dagang yang lain. Yang ini karena hobi aku yang suka makan makanan asin. Kalo
lebaran, makanan yang paling kusuka adalah kue cistik bikinan Ceuceu. Aku lebih menyukai makanan yang satu itu
ketimbang kue-kue manis yang lain. Lama-lama kalo lebaran aku bikin sendiri
cistiknya dan mulai menawarkan ke teman-teman. Respon teman-teman cukup baik.
Mereka banyak memesan cistik. Bermodalkan peralatan dari Ceuceu, selama 2 kali lebaran
aku memenuhi pesanan cistik. Keuntungan cistik lumayan juga, tapi sayang aku
kesulitan dalam mengatur waktu pembuatannya. Kadang-kadang pulang kerja
sore-sore harus ke dapur sampai malam. Kadang-kadang juga kalo resepnya nggak
tepat takarannya, cistik berbusa ketika digoreng dan tidak sesuai harapan
jadinya.
Pengalaman berjualan ketika bujangan tidak dilakoni secara
maksimal karena keinginan yang tumpang tindih dengan panggilan jiwa yang lain,
yaitu kegiatan ulin (maen). Hehe.. Maen ke gunung, maen cari tempat untuk
menyepi, maen ala lone ranger. Semua kegiatan itu cukup menyita waktu. Walhasil, pengalaman
berdagang cukuplah sebagai pembelajaran untuk ke depannya.
Setelah menikah dan punya momongan di tahun 2005, belum
terpikir lagi untuk berdagang. Kalo ada usaha yang enak, tanpa bekerja, tau-tau
terima uang gede, mungkin itu jadi pilihan. Kalo ada….. hehe… Ternyata peluang seperti itu ada juga loh.
Kirain cuma impian doang. Seorang teman
menawarkan investasi dalam bentuk rental mobil. Dengan modal uang muka
pembiayaan mobil, jadilah aku investasi dengan harapan tiga tahun kemudian
mobil itu bisa kita miliki. Kita tidak usah mikirin angsuran, tidak usah
mikirin servis, tidak usah mikirin pajak mobil. Semua ditanggung perusahaan
rental. Selama setahun berjalan, semua berjalan normal. Salahnya aku sebagai
investor, tidak memonitor keberadaan mobil tersebut, tidak mengecek pembukuan
perusahaan tersebut, tidak melihat dulu bagaimana perusahaan tersebut
beroperasi dan yang paling penting tidak mengenal dengan baik pemilik
perusahaan tersebut. Kelanjutannya sangat mengecewakan karena ternyata pemilik
perusahaan mismanajemen sehingga dilaporkan salah satu investor ke polisi. Dia
pun dipenjara, mobilku pun ditarik leasing. Aku ya gigit jari. Pengalaman tersebut memberi pembelajaran bahwa menjadi investor itu harus kritis.
Gagal di bisnis berupa investasi tidak menjadikan aku down
atau frustasi atau kapok untuk berdagang. Aku berpikir kayaknya kalo pengen
punya uang, aku harus capek dengan menguras tenaga , jangan terlalu berharap
yang muluk-muluk, yang berlebihan. Dagang dengan keuntungan sedang tapi
berkelanjutan mungkin lebih baik. Tapi
sampai beberapa tahun belum kelihatan peluang apa yang bisa dijadikan bisnis.
Di tahun 2009, aku dan suamiku nekad membeli rumah di Villa
Bogor Indah 3. Padahal untuk menicil rumah tiap bulannya belum kelihatan
sumbernya dari mana. Bismillah saja…. Bukan apa-apa, ternyata capek juga
pindah-pindah rumah. Angkut sana angkut sini, bayar kontrakan juga. Ternyata setelah punya domisili yang tetap,
rejeki gampang mengalirnya.
Di akhir tahun 2010, aku bertemu tetangga lama. Dan dia
menawarkan bisnis TUPPERWARE. Di waktu yang sama, adikku yang bungsu, Acu,
menawarkan barang yang sama sebagai reseller.
Hm…. Antara penawaran dan permintaan ketemu nih pikirku. Tanpa berpikir
panjang, aku segera mempelajari proses bisnisnya dan ternyata cukup menarik. Jiwa dagangku
terpanggil lagi. Hanya saja, kali ini aku tidak menjadi owner sekaligus
marketing. Kali ini aku menjadi manajer karena sekarang aku memiliki beberapa
sumber daya yang harus aku manage sedemikian rupa, sehingga tujuan usahaku
tercapai. Aku memiliki sumber daya berupa modal dan tenaga kerja yang harus
digaji atas kinerjanya. Kalo udah gini, jadi inget pelajaran manajemen jaman
baheula. Aku juga membuat pembukuan
sederhana untuk semua transaksi sehingga perjalanan modalku kelihatan. Yah,
itung-itung mengamalkan ilmu akuntansi yang aku dapat dari UNPAS, biarpun gak
lulus. Hehe….Alhamdulillah dengan modal awal sekitar Rp 13 juta, sekarang di
tahun 2012 modalku telah membengkak menjadi sekitar Rp 25 juta. Sudah mencapai
BEP, merayap tapi pasti.
Sudah 2 tahun usahaku berjalan. Tapi aku belum berpikir
untuk melirik jenjang karier di TUPPERWARE. Selama ini aku hanya menjadi Dealer
atau dalam istilah awam hanya jadi agen dengan level paling bawah. Untuk
mempunyai jenjang lebih tinggi yaitu Captain, harus punya modal yang lebih dari
lumayan karena setiap bulannya harus memiliki stok barang yang cukup banyak
sebelum dibagikan kepada dealer dan tidak lupa harus bisa merekrut dealer
minimal. Hm….berpikir keras mencari
modal.
Mencari di Mas Google tentang kiat-kiat mencari modal
ternyata cukup banyak referensi. Aku pun terdampar di www.motivasi-islami.com dan ketemu tulisannya
Pak Rahmat Mr. Power. Kesimpulannya dari membaca tulisan Pak Rahmat Mr.Power, kita dapat
menjadikan apa yang kita punya sebagai
modal. Apakah berupa asset, berupa skill, berupa jaringan. Yup, aku punya yang
ketiga. Aku punya jaringan teman-teman yang luar biasa. Itu kalian,
teman-teman….kalian lah yang aku maksud. Tapi untuk meyakinkan orang-orang
bahwa aku pantas mendapat segala sesuatu dari mereka adalah aku harus yakin
dengan diriku sendiri bahwa aku bisa memanage usaha yang sedang aku jalankan.
Liburan 4 hari dalam rangka tahun baru Islam 1434 H
memberiku inspirasi untuk membuat sebuah nama untuk bisnisku. Didampingi Zaki,
aku membuat logo. Perusahaanku bukan berbentuk CV atau PT atau yang lainnya,
karena memang belum tahap pendaftaran dan sebagainya. Cukup hanya berupa
manajemen yang akan mengelola semua sumber daya yang ada dengan visi saling
memberikan manfaat kepada sesama dan misi berdagang untuk kualitas hidup yang
lebih baik. Aku menggunakan nama yang tidak asing lagi : Manajemen
Ween2Solusyen. Harapannya aku tidak
hanya akan menguntungkan diriku sendiri aja, tapi menguntungkan semua pihak
yang berhubungan denganku. Logo Manajemen Ween2Solusyen dibuat sedemikian
berwarna-warni menunjukkan Manajemen Ween2Solusyen sangat dinamis, menerima
semua pihak. Dan icon Love berwarna pink menunjukkan bahwa manajemen dijalankan
dengan penuh kasih sayang terhadap sesama. Pink juga untuk mengingatkan yang
punya manajemen bahwa dia adalah seorang wanita tulen sejati. Hehe…..
Dengan ucapan Bismillahirrohmanirrohim…. Dengan semangat
yang tidak terputus dari semangat Warung Nasi 45, Manajemen Ween2Solusyen saya
resmikan. Tok! Tok! Tok!
Bagus banget tulisannya. Ayo bangkitkan lagi semangat dan jiwa dagangnya. Jangan kalah sama nenek moyang, karena disamping pelaut ternyata nenek moyangku juga seorang pedagang, he he .....
BalasHapusTrims Pak Goen...... Nanti ketika saya sudah seperti Bakrie, saya akan selalu inget dengan Pak Goen yang membangkitkan gairah menulis dan berdagang saya. Hehe...
Hapuswahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....ntar lama2 jadi Ween2solusyen group. raja retail di indonesia. aminnnn. :D btw...saya skrg yang lancar malah mikir ngabisin uang, mikir ulin ber lone ranger an :D hahahaha
BalasHapusAamiiiii......Pit.... Hehehe...
HapusSip lah Pit.....itu jiwa muda saya dulu... setuju pisan. Kapan lagi bisa ulin begitu kalo bukan waktu bujangan. Tapi...selagi masih muda, sempatkan mikirin masa depan. #Promosi niyeh#