Cari Disini

Minggu, 18 November 2012

Soft Launching Manajemen W2S


        Bicara tentang dagang, ada satu hal yang selalu menimbulkan rasa ketertarikanku sejak dulu. Kayaknya enak banget ya, sering terima uang dari pembeli. Beda banget sama karyawan yang hanya terima gaji sebulan sekali. Kalo tanggung bulan cuma gigit jari. Mantab dah (bukan mantap) alias makan tabungan.
      Usaha berdagang sudah aku lakoni sejak SD. Sebelum pasar Sumedang dibongkar sekitar tahun 1980 - 1990 Emih dan Apih punya kios sepatu. Kalo hari libur, giliranku buka lapak. Ada kepuasan tersendiri ketika beres-beres menata sepatu ke dalam rak-raknya. Kalo udah beres semua, tinggal nangkring nunggu orang beli. Kalo lagi iseng, semua orang yang lewat depan kios ditawarin.
“Mangga A, sapatu, sendal, tingalian heula” kataku.
Artinya : Silakan, Mas, sandal, sepatu diliat-liat dulu...
      Kalo lagi bulan puasa menjelang lebaran, lebih seru lagi. Para pedagang lebih banyak ngalong alias dagang di pasar 24 jam. Sepulang tarawih, kadang-kadang aku dan sodar-sodaraku ke pasar. Bukan Cuma mau bantuin Emih n Apih, tapi utamanya pengen ngabaso di warung basonya Mang Yanto. Hehe…Kesanku mengenai pengalaman dagang semasa kecil adalah berdagang itu enak. Ya iyalah enak cuma terima uang dari pembeli. Anak-anak mana tahu kalo orang tuanya itu ketar ketir mikirin modal dagang.
       Setelah aku resmi menjadi PNS dan bekerja di balik meja di tahun 1999, lama sekali rasanya tidak berhubungan dengan dunia dagang. Apalagi setelah Warung Nasi 45 tidak beroperasi lagi, tempat berlatihku tidak ada lagi.
         Sempat vakum beberapa tahun, ketika kemudian patung sepatu Cibaduyut Bandung memberi inspirasi. Selama kerja di Bandung, aku tinggal di rumah Ceuceu, kakak yang tinggal  di Kopo Sayati.  Setiap hari aku lewat di depan patung sepatu Cibaduyut.  Dan iseng-iseng berhadiah aku nyari peluang dagang disana.  Dengan info dari seorang teman, aku pergi ke toko sepatu Garsel. Ternyata disana udah banyak juga para pedagang yang ngeborong  sepatu Garsel. Rupanya selain menjual eceran, Garsel juga menjual grosir dengan diskon. Pedagang cukup membawa katalog sepatunya, dan sepatu yang dipesan juga bisa diretur jika tidak cocok ukurannya.
         Selama kerja di KLN Bandung yang kemudian diubah jadi KPKNL Bandung 2, aku berjualan sepatu dan sandal. Siapapun mantan KLN Bandung dan KPKNL Bandung 2 pasti tahu dan kenal dengan Garsel. Dengan modal seadanya, laba yang kuperoleh juga lumayan lah untuk ukuran bujangan. Hehe…. Pikirku gapapa, yang penting uang ngalir dan ada lebihnya. Mulai dari sinilah aku mulai berpikir tentang modal.
         Disamping jualan sepatu dan sandal Garsel, aku punya peluang dagang yang lain. Yang ini karena hobi aku yang suka makan makanan asin. Kalo lebaran, makanan yang paling kusuka adalah kue cistik bikinan Ceuceu.  Aku lebih menyukai makanan yang satu itu ketimbang kue-kue manis yang lain. Lama-lama kalo lebaran aku bikin sendiri cistiknya dan mulai menawarkan ke teman-teman. Respon teman-teman cukup baik. Mereka banyak memesan cistik. Bermodalkan peralatan dari Ceuceu, selama 2 kali lebaran aku memenuhi pesanan cistik. Keuntungan cistik lumayan juga, tapi sayang aku kesulitan dalam mengatur waktu pembuatannya. Kadang-kadang pulang kerja sore-sore harus ke dapur sampai malam. Kadang-kadang juga kalo resepnya nggak tepat takarannya, cistik berbusa ketika digoreng dan tidak sesuai harapan jadinya.
          Pengalaman berjualan ketika bujangan tidak dilakoni secara maksimal karena keinginan yang tumpang tindih dengan panggilan jiwa yang lain, yaitu kegiatan ulin (maen). Hehe.. Maen ke gunung, maen cari tempat untuk menyepi, maen ala lone ranger. Semua kegiatan itu cukup menyita waktu. Walhasil, pengalaman berdagang cukuplah sebagai pembelajaran untuk ke depannya.
         Setelah menikah dan punya momongan di tahun 2005, belum terpikir lagi untuk berdagang. Kalo ada usaha yang enak, tanpa bekerja, tau-tau terima uang gede, mungkin itu jadi pilihan. Kalo ada….. hehe…  Ternyata peluang seperti itu ada juga loh. Kirain cuma impian doang.  Seorang teman menawarkan investasi dalam bentuk rental mobil. Dengan modal uang muka pembiayaan mobil, jadilah aku investasi dengan harapan tiga tahun kemudian mobil itu bisa kita miliki. Kita tidak usah mikirin angsuran, tidak usah mikirin servis, tidak usah mikirin pajak mobil. Semua ditanggung perusahaan rental. Selama setahun berjalan, semua berjalan normal. Salahnya aku sebagai investor, tidak memonitor keberadaan mobil tersebut, tidak mengecek pembukuan perusahaan tersebut, tidak melihat dulu bagaimana perusahaan tersebut beroperasi dan yang paling penting tidak mengenal dengan baik pemilik perusahaan tersebut. Kelanjutannya sangat mengecewakan karena ternyata pemilik perusahaan mismanajemen sehingga dilaporkan salah satu investor ke polisi. Dia pun dipenjara, mobilku pun ditarik leasing. Aku ya gigit jari. Pengalaman tersebut memberi pembelajaran bahwa  menjadi investor itu harus kritis.
          Gagal di bisnis berupa investasi tidak menjadikan aku down atau frustasi atau kapok untuk berdagang. Aku berpikir kayaknya kalo pengen punya uang, aku harus capek dengan menguras tenaga , jangan terlalu berharap yang muluk-muluk, yang berlebihan. Dagang dengan keuntungan sedang tapi berkelanjutan mungkin lebih baik.  Tapi sampai beberapa tahun belum kelihatan peluang apa yang bisa dijadikan bisnis.
         Di tahun 2009, aku dan suamiku nekad membeli rumah di Villa Bogor Indah 3. Padahal untuk menicil rumah tiap bulannya belum kelihatan sumbernya dari mana. Bismillah saja…. Bukan apa-apa, ternyata capek juga pindah-pindah rumah. Angkut sana angkut sini, bayar kontrakan juga.  Ternyata setelah punya domisili yang tetap, rejeki gampang mengalirnya. 
        Di akhir tahun 2010, aku bertemu tetangga lama. Dan dia menawarkan bisnis TUPPERWARE. Di waktu yang sama, adikku yang bungsu, Acu, menawarkan barang yang sama sebagai reseller.  Hm…. Antara penawaran dan permintaan ketemu nih pikirku. Tanpa berpikir panjang, aku segera mempelajari proses bisnisnya dan  ternyata cukup menarik. Jiwa dagangku terpanggil lagi. Hanya saja, kali ini aku tidak menjadi owner sekaligus marketing. Kali ini aku menjadi manajer karena sekarang aku memiliki beberapa sumber daya yang harus aku manage sedemikian rupa, sehingga tujuan usahaku tercapai. Aku memiliki sumber daya berupa modal dan tenaga kerja yang harus digaji atas kinerjanya. Kalo udah gini, jadi inget pelajaran manajemen jaman baheula.  Aku juga membuat pembukuan sederhana untuk semua transaksi sehingga perjalanan modalku kelihatan. Yah, itung-itung mengamalkan ilmu akuntansi yang aku dapat dari UNPAS, biarpun gak lulus. Hehe….Alhamdulillah dengan modal awal sekitar Rp 13 juta, sekarang di tahun 2012 modalku telah membengkak menjadi sekitar Rp 25 juta. Sudah mencapai BEP, merayap tapi pasti.
      Sudah 2 tahun usahaku berjalan. Tapi aku belum berpikir untuk melirik jenjang karier di TUPPERWARE. Selama ini aku hanya menjadi Dealer atau dalam istilah awam hanya jadi agen dengan level paling bawah. Untuk mempunyai jenjang lebih tinggi yaitu Captain, harus punya modal yang lebih dari lumayan karena setiap bulannya harus memiliki stok barang yang cukup banyak sebelum dibagikan kepada dealer dan tidak lupa harus bisa merekrut dealer minimal.  Hm….berpikir keras mencari modal.
          Mencari di Mas Google tentang kiat-kiat mencari modal ternyata cukup banyak referensi. Aku pun terdampar di www.motivasi-islami.com dan ketemu tulisannya Pak Rahmat Mr. Power.  Kesimpulannya dari  membaca tulisan Pak Rahmat Mr.Power, kita dapat menjadikan apa yang kita punya  sebagai modal. Apakah berupa asset, berupa skill, berupa jaringan. Yup, aku punya yang ketiga. Aku punya jaringan teman-teman yang luar biasa. Itu kalian, teman-teman….kalian lah yang aku maksud. Tapi untuk meyakinkan orang-orang bahwa aku pantas mendapat segala sesuatu dari mereka adalah aku harus yakin dengan diriku sendiri bahwa aku bisa memanage usaha yang sedang aku jalankan.
         Liburan 4 hari dalam rangka tahun baru Islam 1434 H memberiku inspirasi untuk membuat sebuah nama untuk bisnisku. Didampingi Zaki, aku membuat logo. Perusahaanku bukan berbentuk CV atau PT atau yang lainnya, karena memang belum tahap pendaftaran dan sebagainya. Cukup hanya berupa manajemen yang akan mengelola semua sumber daya yang ada dengan visi saling memberikan manfaat kepada sesama dan misi berdagang untuk kualitas hidup yang lebih baik. Aku menggunakan nama yang tidak asing lagi : Manajemen Ween2Solusyen.  Harapannya aku tidak hanya akan menguntungkan diriku sendiri aja, tapi menguntungkan semua pihak yang berhubungan denganku. Logo Manajemen Ween2Solusyen dibuat sedemikian berwarna-warni menunjukkan Manajemen Ween2Solusyen sangat dinamis, menerima semua pihak. Dan icon Love berwarna pink menunjukkan bahwa manajemen dijalankan dengan penuh kasih sayang terhadap sesama. Pink juga untuk mengingatkan yang punya manajemen bahwa  dia adalah  seorang wanita tulen sejati. Hehe…..
        
        Dengan ucapan Bismillahirrohmanirrohim…. Dengan semangat yang tidak terputus dari semangat Warung Nasi 45Manajemen Ween2Solusyen saya resmikan. Tok! Tok! Tok!

4 komentar:

  1. Bagus banget tulisannya. Ayo bangkitkan lagi semangat dan jiwa dagangnya. Jangan kalah sama nenek moyang, karena disamping pelaut ternyata nenek moyangku juga seorang pedagang, he he .....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trims Pak Goen...... Nanti ketika saya sudah seperti Bakrie, saya akan selalu inget dengan Pak Goen yang membangkitkan gairah menulis dan berdagang saya. Hehe...

      Hapus
  2. wahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh....ntar lama2 jadi Ween2solusyen group. raja retail di indonesia. aminnnn. :D btw...saya skrg yang lancar malah mikir ngabisin uang, mikir ulin ber lone ranger an :D hahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiiii......Pit.... Hehehe...
      Sip lah Pit.....itu jiwa muda saya dulu... setuju pisan. Kapan lagi bisa ulin begitu kalo bukan waktu bujangan. Tapi...selagi masih muda, sempatkan mikirin masa depan. #Promosi niyeh#

      Hapus