Cari Disini

Jumat, 16 November 2012

WARUNG NASI 45


Suatu waktu di tahun 1992
“WARUNG NASI 45!”, terdengar suara Apih memecah kesunyian. Itu adalah jawaban atas pertanyaan nama yang akan dipakai untuk usaha warung nasi Emih yang sudah berjalan beberapa bulan. Sudah beberapa bulan yang lalu Emih dan Apih membuka usaha warung nasi di Pujasera Taman Endog, Kota Sumedang.
Sebenarnya Emih berjualan nasi sudah hampir dua tahun, namun masih sekedar keliling menawarkan nasi timbel andalannya. Masih terbayang Emih membawa bakul di punggung dan anaknya membawa teko berisi air teh mengekor di belakang Emih. Nasi timbel, ikan japuh dibalut terigu dan sambel tomat adalah menu favorit. Tidak pernah kelihatan capek di wajah Emih. Padahal itu bakul beratnya bukan main.
Sekarang Emih punya roda yang lumayan besar untuk berjualan. Seusai namanya, Pujasera (Pusat Jajan Sore Hari) Taman Endog buka sejak sore hari hingga malam. Maka Emih dan Apih pun memulai lapaknya di jam 4 sore hingga jam 1 pagi.  Setelah beberapa bulan berjalan, baru tercetus bahwa warung nasi itu akan diberi nama. Dan muncullan nama itu. Menurut Apih, “WARUNG NASI 45” adalah pengejawantahan atas perjuangan Emih dan Apih yang tidak kenal lelah dengan semangat juang 45. Dan angka 45 bukan sekedar main-main, karena ternyata Emih dan Apih sama-sama dilahirkan di tahun keramat itu, 1945. Hm....pemilihan nama yang sangat tepat. Harapan Emih dan Apih dan juga anak-anaknya, warung nasi itu akan memiliki banyak pelanggan sehingga dapat menghasilkan omset yang cukup. Tidak muluk-muluk keinginan Emih, cukuplah untuk membiayai anak-anaknya sekolah.
Brand WARUNG NASI 45 pun dibuat dengan menggunakan kain putih seadanya dengan ukuran 75 x 75 cm. Dengan tulisan tangan sederhana, WARUNG NASI 45 ditulis dengan cat warna merah menandakan semangat yang berkobar didalamnya.
 Bertahun-tahun WARUNG NASI 45 beroperasi. Setiap harinya Emih bangun jam 5 subuh menyiangi sayuran dan menyiapkan sarapan pagi untuk anak-anaknya. Ia memasak hingga jam 1 siang dan bisa istirahat sebentar. Jam 3 sore Apih mulai mendorong roda menuju pasar dan mulai menata dagangannya. Apih biasanya dibantu salah satu anaknya yang bergiliran datang ke pasar. Kemudian Emih datang jam 5 sore dan mulai melayani pelanggannya hingga jam 1 malam. Pelanggan setia Emih adalah para pedagang dan tukang becak di pasar. Bukan apa-apa, porsi nasi yang diberikan Emih cukup besar, sehingga disukai para tukang becak yang notabene porsi makannya banyak dengan lauk yang sedikit. Hehehe...
Tidak sedikit Emih bercerita tentang pelanggan yang suka DARMAJI (Dahar Lima Ngaku Hiji), yang suka CARLES (dikenCARkeun malah ngereLES), yang suka nggak ngembaliin piring dan lain-lain. Tapi tidak jarang juga Emih bercerita tentang pelanggan yang baik, yang suka ngeborong banyak, yang suka ngelebihin bayarnya, yang suka nitip uang untuk anak-anak Emih, dan yang paling berkesan yang suka ngasih utangan ke Emih ketika Emih butuh uang untuk ngebekelin anaknya kuliah. Emih pasti ngingetin anaknya, si Bapak anu, si Ibu anu. Orang-orang baik itu ternyata berkeliaran di sekitar kita. Mereka ngasih utangan tanpa minta bunga, kemudian nagihnya pun gak neko-neko. Kalo Emih bisa bayar, biarpun cuma 5.000 atau 10.000 mereka terima. Kalo Emih lagi gak bisa bayar, meraka pun gak maksa. Dan mereka gak datang nagih tiap hari. Luar biasa mereka itu. Sekarang orang-orang dermawan itu sudah tiada, semoga semua amal baiknya menjemput mereka dengan gembira di alam sana.
WARUNG NASI 45 ramai dikunjungi bila waktunya weekend dan cuaca cerah. Ketika weekend, para pekerja yang pulang dari Jakarta dan Bandung pasti lewat Taman Endog dan mampir di warungnya Emih. Ketika cuaca cerah pun, banyak orang-orang yang sekedar jalan-jalan lalu mampir ke warungnya Emih. Tapi jangan ditanya ketika suasana hujan besar. Untuk para pedagang di Pujasera, hujan besar adalah hambatan karena pasar akan sepi dari pengunjung. Disamping itu hujan besar bisa mengakibatkan aliran air yang deras melalui roda-roda pedagang. Oleh karenanya Emih dan Apih sudah siap-siap dengan sepatu bootnya jika langit sudah keliatan mendung pekat. Namun satu yang tidak bisa dicegah yaitu udara basah dan dingin menusuk ketika hujan. Tak heran rematik cepat mampir di tubuh Emih dan Apih.
WARUNG NASI 45 membawa berkah tersendiri untuk Emih, Apih dan anak-anaknya. Di tengah pengorbanan Emih dan Apih yang sedemikian beratnya, omset WARUNG NASI 45 mengantarkan anak-anak untuk sekolah hingga jenjang sarjana. Anak pertamanya lulus dari IKIP Bandung, anak kedua dan ketiganya lulus dari ikatan dinas D3 STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara), anak keempatnya lulus dari ikatan dinas D3 AMG (AKademi Meteorologi dan Geofisika) dan anak kelimanya lulus D2 PGTK. Kelima anaknya sekolah sebagaimana janji Emih pada http://gmitoro.blogspot.com/2012/09/semua-tentang-emih_28.html
WARUNG NASI 45 dengan semangat yang terpatri di dalamnya telah mengantarkan Emih kepada cita-citanya. WARUNG NASI 45 juga menjadi tempat berlatih untuk anak-anak Emih bagaimana berjuang menghadapi kehidupan dan secara tidak langsung memberikan pelajaran bagaimana kiat-kiat berusaha yang membawakan hasil maksimal. Emih dan Apih tidak pernah mengajarkan caranya berdagang  karena mereka ingin anak-anaknya lebih dari sekedar pedagang. Mereka ingin melihat anaknya duduk di kantor dengan setelan yang rapi dan tidak susah seperti mereka. Namun secara tidak langsung, arena untuk berlatih dagang sebenarnya telah mereka berikan sejak lama. Mulai dari berjualan sepatu, berjualan porkas, berjualan baju keliling, berjualan nasi keliling hingga terakhir WARUNG NASI 45.
Setelah anak-anak Emih mulai bekerja dan mereka mendapat penghasilan yang tetap, WARUNG NASI 45 mulai kekurangan pelanggan. Anak-anak Emih memandang ini layaknya hukum alam bahwa WARUNG NASI 45 telah menunaikan kewajibannya. Rejeki untuk anak-anak Emih melalui WARUNG NASI 45 telah selesai karena mereka sudah memiliki rejekinya masing-masing melalui pekerjaannya, kira-kira seperti itulah.  Rejeki Emih dan Apih pun mulai berkurang melalui WARUNG NASI 45 karena sudah tercover dari rejeki anak-anaknya.
Melihat kondisi WARUNG NASI 45 yang demikian dan juga kondisi Emih dan Apih yang mulai kelihatan lelah, akhirnya diputuskan Emih tidak berjualan lagi. Roda akan dijual, namun tidak termasuk brand WARUNG NASI 45. Emih dan Apih akan pensiun dan tinggal di rumah yang disiapkan salah satu anaknya di daerah Tegalkalong lengkap dengan sawah dan kolam ikan. Rumah yang diidam-idamkan setelah bertahun-tahun. Emih dan Apih pernah memiliki rumah, tapi dijual untuk memenuhi kebutuhan anaknya sekolah. Kini jerih payahnya mulai terbayar satu persatu.

Tahun 2000, WARUNG NASI 45  resmi ditutup.

WARUNG NASI 45 sudah lama tidak ada, Emih juga sudah tiada. Tapi semangatnya masih melekat pada anak-anaknya, bahkan pada cucunya. Zaki pada usia 7 tahun saja sudah punya keinginan untuk diberikan toko karena dia akan membuka warung fotokopi dan warung jelly, makanan kesukaanya. Dua dari lima anak Emih mulai merintis usaha berdagang kecil-kecilan dengan keyakinan bakat usaha Emih melekat pada mereka. Pasti akan lahir brand baru yang semangatnya tidak kalah dari WARUNG NASI 45. 
Lets Wait n See.........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar