Cari Disini

Minggu, 25 November 2012

Senyum Di Wajah Bae


23 Nopember 2012

“Kenapa Bae sering ga sekolah?” tanyaku
“Ga punya ongkos, Bu,” jawab Bae polos. Dia memainkan lengan baju putihnya yang kucel dan ngatung. Mataku sudah mulai ga bisa kompromi. Ada air mata di sudut mataku siap tumpah.
“Emang ongkos ke sekolah berapa bolak balik?” tanyaku
“2 ribu,” jawabnya. Aku melihat Bae dari atas sampai bawah. Kelihatan celana putihnya pun sudah ngatung pula. Yang pasti bukan karena model jangkis dia berpakaian seperti itu. Sejak masuk SMP baju seragamnya gak ganti-ganti.
Hadeuh, ngelus dada rasanya denger jawaban Bae seperti itu. Bayangkan, jaman milenium begini masih ada orang yang nggak bisa sekolah gara-gara ga bisa bayar ongkos angkot 2 ribu perak. Kalo SPP sudah pasti anak ini menunggak berbulan-bulan. Aku tanya ke bagian TU, Bae sudah menunggak sejak Agustus 2012. Itu artinya sejak Kelas III Semester I dia ga bisa bayar SPP. Padahal SPP Bae hanya 60 ribu rupiah. Bandingkan dgn SPPnya Zaki ketika TK sebanyak 350 ribu. Duh, Gustiii...

Penasaran dengan sosok Bae, aku menghubungi wali kelasnya.
“Bae sering alpa, Bu. Kalo prestasi, Bae termasuk yang biasa-biasa aja, golongan menengah ke atas. Perilaku Bae juga baik, tidak nakal. Namun sayang aja sering tidak masuk. Saya sudah mengajukan agar Bae diberikan SKT agar terbebas dari SPP, namun saya kurang tahu kenapa sekolah ga bisa mengeluarkan,” Gurunya menjelaskan.

Aku pun menjelaskan bahwa kedatanganku ke sekolah  Bae untuk menyampaikan amanah dari seorang donatur yang akan membayar SPP Bae. Gak tanggung-tanggung, yang dibayar SPP sampe Juni 2013, hingga Bae lulus kelas III SMP.  Mudah-mudahan dengan lunasnya SPP Bae, Bae tidak minder lagi sekolah, lebih semangat untuk sekolah, tidak bolos lagi dan yang penting Bae dapat berprestasi.

Siapakah Bae? Bae adalah Ahmad Baehaqi, anak kedua dari empat bersaudara. Kakaknya sudah lulus SMK dan baru 10 hari dapat pekerjaan. Tinggal di daerah Ciherang, Dramaga, Bogor.  Bae adalah anak laki satu-satunya. Satu adik perempuannya masih kelas 2 SD dan satu adiknya lagi masih 3 tahun.  Ibunya hanya ibu rumah tangga biasa, bapaknya kerja di bengkel sepatu. Kondisi ekonomi yang sedang sulit membuat orang tuanya hanya bisa memberikan pangan saja, tidak bisa mencukupi kebutuhan lainnya. Masih beruntung anak sulungnya bisa lulus SMK. Orang tuanya berharap, anak laki satu-satunya itu pun dapat mengikuti jejak kakaknya, lulus hingga tingkat SMU.  Karena suatu saat Bae pasti akan menjadi tulang punggung keluarga, mereka merasa tidak boleh gagal mendidik Bae.

Aku jadi ingat Bayek di novelnya “Ibuk” karya Iwan Setiawan. Anak lelaki satu-satunya di keluarga Ibuk berhasil dalam karirnya dan mengangkat keluarganya dari keterpurukan. Padahal ketika sekolahnya, sepatu Bayek aja sampe bolong ga ganti-ganti. Novel ini aku pinjamkan ke anak sulungnya agar menjadi motivasi bahwa kemiskinan tidak menjadi penghalang untuk menjadi sukses, agar mereka jadi anak-anak yang tangguh dan bersemangat. Hingga akhirnya anak sulungnya itu punya keinginan untuk kuliah lagi jika ada kesempatan. Meskipun sekarang dia bekerja, tapi keinginan itu sudah ada. Aku pun memperkenalkan beberapa sekolah kedinasan yang mungkin bisa jadi pilihan.  
Trims banyak untuk Pak Goen atas novelnya. :-)

Kembali ke cerita tentang Bae. Sepulang dari sekolah Bae, aku pergi mencari rumah Bae. Tidak terlalu sulit mencari rumahnya. Dengan bekal ilmu selama menjadi Tim Buser (Buru Sertifikat) Barjam (hehe...), akhirnya aku menemukan kontrakan rumah Bae dan bertemu orang tuanya. Ibunya begitu gembira melihat aku turun dari ojeg.  Kegiatan rutinnya menjemur baju langsung dihentikan. Wajahnya tirus, badannya kurus. Dia masih memakai daster ungu dengan bolong disana sini. Yang jelas bukan model seksi juga dia berpakaian seperti itu.

Aku dipersilakan masuk dan disuguhi air putih. Seperti biasa, sepanjang pertemuan dengan Ibunya Bae selalu diwarnai dengan tangis-tangisan. Bukan dia aja, aku juga obral tangisan. Aku sampaikan kuitansi pelunasan SPP Bae. Dia terkejut dengan jumlah yang besar yang tertera di kuitansi. Aku bilang, Alhamdulillah ketika dinas kemaren aku bertemu seorang teman yang sangat baik hati dan mau membantu keluarga Bae. Ibunya Bae langsung nangis lagi, kalo nggak dicegah barangkali sampe sungkem-sungkem.
“Alhamdulillaaaaaa...h Teh, Ibu sangat berterima kasih. Tolong sampaikan ke Ibu yang sudah membayar SPP Bae. Hatinya sungguh mulia, mudah-mudahan diganti oleh Allah dengan rejeki yang berlipat-lipat. Ibu dan anak-anak pasti nggak akan lupa. Bae jadi tidak  putus sekolah,  Bae pasti akan semangat sekolah. Ibu juga selalu mengingatkan ke anak-anak teh agar selalu ingat dan mendoakan orang-orang yang sudah membantu Ibu. Mudah-mudahan dikabulkan ku Allah semua keinginannya. Tolong sampaikan ya Teh.....” katanya.

Aku mengiyakan. Seketika aku teringat masa-masa sekolahku. Ketika keadaan ekonomi yang sulit, aku pun kesulitan membayar SPP. Alhamdulillah ada tetangga yang sangat peduli dengan keluargaku. Mereka sangat dekat sehingga sudah kuanggap seperti orang tuaku sendiri. Apa Wasman dan Ibu. Mereka bukan orang kaya raya, mereka hanya orang yang berkecukupan namun berhati mulia. Merekalah yang turut berjasa membesarkan aku. Tidak punya hubungan darah, tidak ada pertalian keluarga. Tapi mereka peduli dengan apa yang kami alami. Aku ingin mewarisi kedermawanan  Apa dan Ibu.

Rasanya gimana....gitu  jika aku tidak peduli dengan orang-orang yang sedang kesulitan terutama untuk sekolah. Aku ingin mereka memiliki kesempatan yang sama, minimal  seperti aku. Aku ingin mereka merasakan manisnya keberhasilan yang pernah Emih alami ketika anak-anaknya sudah bekerja dengan mapan. Aku ingin melihat mereka tersenyum dengan keyakinan bahwa masa depan tidak sesuram apa yang mereka alami sekarang. Tidak perlu menunggu jadi kaya raya untuk jadi dermawan, tidak perlu menunggu banyak materi untuk jadi dermawan. Menjadi dermawan dengan segala yang sudah ada pada diri kita. Memberi semangat, memberi do’a, memberi peluang, memberi harapan, itu yang baru bisa aku  lakukan.

Terimakasih banyak kepada semua teman yang sudah membantu dan berpartisipasi.
Sekarang sudah ada senyum di wajah Bae. :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar